Yerusalem/Teheran – Ketegangan antara Israel dan Iran kian memanas menyusul serangan balasan yang dilancarkan Iran terhadap wilayah Israel. Aksi militer terbaru ini dinilai sebagai respons terhadap serangan sebelumnya yang dituduhkan pada Israel, yang menewaskan sejumlah komandan tinggi Garda Revolusi Iran.
Serangan udara dan rudal yang saling dilancarkan antara kedua negara telah mengguncang kawasan dan mengundang keprihatinan mendalam dari komunitas internasional. Banyak pihak memperingatkan bahwa konflik ini berpotensi menyeret negara-negara lain di Timur Tengah, menciptakan perang regional berskala besar.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan pernyataan resmi yang menyerukan semua pihak untuk menahan diri. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengingatkan bahwa “satu peluru lagi bisa menjadi pemantik kobaran perang yang lebih besar,” dan menekankan pentingnya jalur diplomasi guna mencegah jatuhnya korban lebih lanjut.
Presiden Amerika Serikat dan para pemimpin negara Eropa turut menyuarakan kekhawatiran serupa, meminta Israel dan Iran untuk menghentikan siklus kekerasan dan kembali ke meja perundingan. Sementara itu, negara-negara Teluk Arab seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab menyerukan perdamaian dan menyiapkan rencana darurat untuk mengantisipasi dampak konflik terhadap keamanan regional dan pasokan energi global.
Di lapangan, suasana penuh ketegangan terasa di perbatasan-perbatasan strategis, termasuk Suriah dan Lebanon yang dikhawatirkan menjadi arena bentrokan proksi. Warga sipil di beberapa wilayah telah mulai mengungsi, sementara pasar keuangan global menunjukkan gejolak akibat ketidakpastian politik yang meningkat.
Para analis militer memperingatkan bahwa eskalasi lebih lanjut bisa berdampak buruk terhadap stabilitas global, terutama jika melibatkan kekuatan besar dunia yang memiliki kepentingan strategis di kawasan tersebut.
Dunia kini menanti, berharap langkah diplomatik bisa segera diambil sebelum krisis ini berubah menjadi perang terbuka yang berkepanjangan.
Sumber: Associated Press, Al Jazeera, Reuters