New Delhi, India –Pemerintah India secara resmi mengumumkan rencana pelarangan ekspor gula mulai Oktober 2025 mendatang, sebagai upaya untuk menjaga kestabilan harga dalam negeri dan memastikan ketersediaan stok pangan nasional menjelang musim tanam berikutnya.
Langkah ini mengejutkan banyak negara, mengingat India merupakan salah satu eksportir gula terbesar di dunia, dengan pasokan mencapai puluhan juta ton setiap tahun ke pasar global.
“Kami memprioritaskan kebutuhan domestik dan berupaya menjaga stabilitas harga pangan nasional di tengah ketidakpastian iklim dan potensi gagal panen,” ujar Menteri Pangan India, Sanjeev Patel, dalam konferensi pers di New Delhi, Jumat (13/6).
Negara Pengimpor Waswas, Harga Global Melonjak
Kebijakan ini langsung memicu keresahan di kalangan negara pengimpor besar seperti Bangladesh, Indonesia, Mesir, dan Kenya, yang sangat bergantung pada pasokan gula dari India. Di beberapa pasar lokal, spekulasi kenaikan harga mulai terasa, terutama di Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara.
Di pasar berjangka internasional, harga gula mentah tercatat melonjak hingga 12% dalam dua hari terakhir, menjadikannya salah satu lonjakan harga komoditas tertinggi tahun ini.
“India adalah pemain kunci dalam pasar gula dunia. Setiap gangguan dari negara tersebut pasti akan mengguncang rantai pasok global,” ujar Maria Fernandez, analis pangan global dari FoodWatch International.
FAO: Dunia Berada di Ambang Krisis Pangan
Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menyatakan kekhawatirannya atas dampak global dari kebijakan ini. Dalam pernyataan resminya, FAO menyebut keputusan India berisiko memperburuk kondisi krisis pangan yang sudah melanda banyak negara berkembang akibat perubahan iklim, konflik, dan ketegangan geopolitik.
“Kami menyerukan koordinasi internasional untuk mencegah efek domino yang bisa mengganggu ketahanan pangan global,” tegas Arif Husain, Kepala Ekonom FAO.
Pemerintah India Dinilai Terjepit
Sementara kebijakan ini mendapat kritik internasional, pemerintah India menghadapi tekanan domestik yang tak kalah berat. Gelombang protes dari warga terkait lonjakan harga bahan pokok, termasuk beras dan gula, terus meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Cuaca ekstrem dan musim kemarau panjang juga membuat hasil panen tebu anjlok drastis.
Analis memperkirakan bahwa larangan ini bisa bertahan hingga awal 2026, tergantung pada hasil panen dan kondisi ekonomi global.